Highlight

6/random/ticker-posts

Header Ads Widget

sumutonline'

Generasi Milenial Dan Media Sosial di Tahun Politik

Menurut para peneliti sosial, generasi milenial adalah muda-mudi yang saat ini berusia antara 15 sampai dengan 35 tahun. Seiring dengan semakin hangatnya dinamika politik menuju pemilu 2019, generasi milenial mulai banyak diperbincangkan, baik dari segi karakter dalam penggunaan media sosial, hingga sikap dan pandangan politik.

Penggunaan media sosial dalam satu dekade terakhir telah menjadi revolusi digital yang mempengaruhi kehidupan manusia. Revolusi digital ini mengubah perilaku dan kultur masyarakat dalam berkomunikasi dan mengkonsumsi informasi. Media sosial mengubah informasi menjadi lebih personal, monomedia menjadi multimedia, periodic menjadi real time, kelangkaan informasi menjadi keberlimpahan informasi. Hal inilah yang menyebabkan media sosial memiliki daya tarik yang begitu besar, khususnya bagi generasi milenial.


Saat ini media sosial kian digemari dan menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Bagi generasi milenial media sosial berfungsi sebagai sumber informasi, ruang komunikasi dialogis, dan wadah dalam membangung product & personal branding.


Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial banyak membantu kehidupan manusia. Di tahun-tahun politik misalnya, media  sosial dijadikan alat yang efektif dalam berkampanye, beradu gagasan, menjatuhkan lawan, bahkan tidak jarang ditemui, pengguna atau pihak yang tidak bertanggung jawab menyebarkan berita bohong atau hoax untuk mengeksploitasi lawan politik. Hal ini tentu dilakukan sebagai upaya mempengaruhi pandangan dan pilihan politik, khususnya generasi muda yang menjadi penghuni media  sosial tersebut. Kita bisa melihat bagaimana linimassa media sosial dipenuhi oleh hoax yang begitu provokatif. Siapapun bisa menjadi content writer di media sosial sehingga tidak mengherankan ketika media sosial benar-benar menjadi media bebas.


Penggunaan media sosial untuk kampanye politik tidak bisa dihindarkan. Para politisi tentu juga sadar bahwa media sosial sudah menjadi arus utama informasi bagi generasi milenial. Karena itu, mendekati milenial melalui media sosial juga harus dengan cara-cara yang bijak. Bukan dengan menyebarkan informasi yang tak bermutu hanya untuk meraup suara semata. Dalam hal ini politisi dituntut bertanggungjawab untuk memberikan edukasi politik yang positif kepada generasi milenial melalui media sosial sehingga kesadaran politik yang terbangun adalah kesadaran politik yang positif pula.


Generasi milenial memiliki tipe dan karakteristiknya tersendiri. Sikap politik milenial juga sangat terlihat jelas. Mereka berani bersuara, meski harus bersebrangan dengan kelompok yang lebih tua. Pemilih milenial tidak suka dengan kelompok korup. Milenial lebih suka pemimpin yang lugas dan ramah. Generasi milenial di Indonesia memiliki semangat inklusif yang lebih tinggi, yakni semangat merangkul  segala macam latar belakang, ras, suku, dan agama.


Memenangkan suara generasi milenial berarti memenangkan "perang". Suara dari segmen generasi milenial menjadi perhatian serius bagi para kontestan pemilu 2019 mendatang. Ceruk milenial ini dianggap akan memberikan keuntungan tersendiri bagi kubu yang berhasil menguasainya. Setidaknya ada beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan politik generasi milenial, diantaranya: sensitivitas pada isu sosial dan preferensi terhadap karakter kandidat yang disukai.


Kendati demikian, meraup suara milenial bukanlah perkara yang mudah. Sebab generasi milenial melek teknologi informasi serta memiliki latar belakang pendidikan yang cukup baik. Hal ini menjadikan generasi milenial sebagai kekuatan politik yang sangat berbeda dari kelompok pemilih lainnya. Sekitar 35 sampai dengan 40 persen pemilih pada pemilu 2019 merupakan kelompok pemilih dari generasi milenial. Masing-masing kubu kontestan beradu strategi dalam membangun simpati guna mendulang suara dari kelompok ini. Namun, hal yang rawan sebelum generasi ini menentukan pilihan adalah adanya informasi yang salah hingga kemungkinan terjadinya hegemoni informasi. Milenial yang bergantung pada media sosial harus bijak untuk memilah informasi agar suara mereka tersalurkan secara tepat.


Penulis : Fikri Mubarak, S.Sos.I (Wasekjen Gerakan Masyarakat Independen Indonesia ; GEMINI)