SumutOnline Advertise

Pemkab Simalungun Jadi Mediator Konflik Lahan Masyarakat dengan PT TPL


Simalungun, Sumol - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun mengambil peran sebagai mediator dalam konflik lahan yang berkepanjangan antara masyarakat Lamtoras Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Simalungun, Benny Gusman Sinaga, digelar di Balei Harungguan Djabenten Damanik pada Rabu, 24 September 2025.

​Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari bentrok yang terjadi sebelumnya dan dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), perwakilan PT TPL, serta tokoh masyarakat dan adat setempat.

Meredakan Ketegangan dan Mencari Solusi Komprehensif

​Dalam sambutannya, Wakil Bupati Simalungun menegaskan bahwa kehadiran pemerintah daerah bertujuan untuk memfasilitasi dialog agar kedua belah pihak dapat menemukan solusi terbaik. "Kami meminta kepada kedua belah pihak untuk menurunkan tensinya. Agar kekondusifan di Simalungun ini tetap terjaga," ujar Benny.

​Menurutnya, konflik lahan ini sudah berlangsung selama 26 tahun. Oleh karena itu, Pemkab Simalungun siap menjadi penengah yang tidak memihak, demi terwujudnya perdamaian di "Tanoh Habonaron Do Bona" (Tanah Kebenaran).

​Direktur PT TPL, Jandres H. Silalahi, menyatakan komitmen perusahaannya untuk menyelesaikan konflik secara damai. "Kami berharap ke depannya ada solusi yang terbaik untuk kedua belah pihak. Kami berkomitmen bahwa kehadiran PT Toba Pulp Lestari memiliki dampak yang baik sehingga tidak ada yang dirugikan," kata Jandres.

​Perda Tanah Adat dan Ketiadaan Solusi Konkret

​Isu mengenai tanah adat menjadi salah satu poin penting dalam pertemuan ini. Namun, Wakil Bupati Simalungun Benny Gusman Sinaga menegaskan bahwa hingga saat ini Pemkab belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang tanah adat. "Setahu saya, di Simalungun belum ada Perda yang mengatur tentang tanah adat. Jadi sampai sejauh ini belum ada tanah adat di Simalungun," jelasnya.

​Pernyataan ini mendapat tanggapan dari Ketua AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Wilayah Tano Batak, Jhontoni Tarihoran. Ia menyayangkan belum adanya solusi konkret yang ditawarkan oleh pemerintah daerah.

​"Seharusnya Pemkab memberikan solusi yang konkret untuk masalah yang berkepanjangan ini. Seharusnya ada jaminan yang diberikan agar masyarakat bisa terlindungi," ujar Jhontoni. Ia juga menambahkan bahwa jika tidak ada kepastian hukum yang jelas, konflik susulan sangat mungkin terjadi.

​Penjagaan Keamanan Diperketat

​Untuk mencegah bentrok susulan, Polres Simalungun telah mengerahkan personel untuk menjaga lokasi konflik. Kapolres AKBP Marganda Aritonang menegaskan, "Polres Simalungun akan bersikap netral dan melakukan penegakan hukum yang adil dan transparan."

​Sebagai langkah antisipasi lebih lanjut, Kapolda Sumatera Utara juga telah menurunkan satu Satuan Setingkat Kompi (SSK) Brimob. Langkah-langkah ini diambil untuk memastikan situasi tetap kondusif pasca-insiden yang terjadi pada 22 September lalu. Hingga saat ini, situasi di lokasi dilaporkan aman.

​Pertemuan ini diharapkan menjadi langkah awal yang signifikan untuk mengurai benang kusut konflik lahan di Simalungun, serta memastikan hak-hak semua pihak terpenuhi tanpa merusak perdamaian. (DHO)
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال