Medan, Sumol - Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara Topan Obaja Putra Ginting diadili bersama Kepala UPTD Gunung Tua, Rasuli Efendi Siregar menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (19/11/2025). Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eko Wahyu, menyebutkan penyidik KPK menemukan bukti keterlibatan Topan Ginting dalam dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut.
“Terdakwa Topan bersama terdakwa Rasuli Efendi Siregar selaku PPK pada UPTD Gunung Tua menerima masing-masing Rp50 juta,” ujar JPU KPK Eko Wahyu Prayitno saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Medan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Kadis PUPR Provinsi Sumatera Utara Topan Obaja Putra Ginting (42) yang juga orang dekat Gubernur Sumut Bobby Nasution ini, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
“Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat Pasal 12 huruf a subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Eko.
Pasal 12 huruf a subsider Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 merujuk pada pidana korupsi yang terkait dengan meminta atau menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya, namun tidak sesuai dengan kewajiban atau tugasnya, dengan sanksi penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP merujuk pada pasal-pasal yang mengatur pidana korupsi terkait pemerasan (Pasal 12 huruf a) atau gratifikasi yang bernilai lebih dari Rp10 juta yang tidak dilaporkan (Pasal 11), dengan penerapan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang menyatakan perbuatan pidana dilakukan oleh beberapa orang yang turut serta atau bersekongkol.
Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eko Wahyu, menyebutkan penyidik KPK menemukan bukti keterlibatan Topan Ginting dalam dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut. Topan menerima suap. Selain uang tunai Rp50 juta, kedua terdakwa juga dijanjikan commitment fee sebesar lima persen dari nilai kontrak proyek oleh Direktur PT Dalihan Na Tolu Grup Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun dan Direktur Utama PT Rona Na Mora Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan.
JPU KPK dalam surat dakwaan menyebutkan Topan mengarahkan agar kedua perusahaan tersebut ditunjuk sebagai pemenang dua paket proyek peningkatan infrastruktur jalan provinsi pada ruas Sipiongot–Batas Labuhan Batu dan ruas Hutaimbaru–Sipiongot dengan total anggaran mencapai Rp165,8 miliar.
“Terdakwa Topan mengambil bagian empat persen dan terdakwa Rasuli menerima satu persen dari nilai kontrak sebagai commitment fee,” ucap JPU.
Eko menjelaskan adanya pertemuan di Tong’s Coffee, Brothers Caffe, dan Grand City Hall Heritage Medan yang menjadi lokasi kesepakatan fee, pembahasan teknis proyek hingga penyerahan uang Rp50 juta kepada terdakwa Topan melalui ajudan Aldi Yudistira.
Selain itu, terdakwa Rasuli disebut menerima transfer uang dari pemberi suap masing-masing Rp20 juta pada 30 April 2025 dan Rp30 juta pada 19 Juni 2025 untuk memuluskan proses pengadaan proyek di lingkungan Dinas PUPR Sumut.
Setelah mendengarkan surat dakwaan JPU KPK, Hakim Ketua Mardison kemudian menunda persidangan dan menjadwalkan sidang lanjutan pada pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi dari penuntut umum.
“Dikarenakan para terdakwa tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan. Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Rabu (26/11/2025), dengan agenda pemeriksaan para saksi dari penuntut umum,” pungkasnya. (YP)

