Jakarta, Sumol - Almarhum Jenderal Polisi (Purn.) Hoegeng Iman Santoso menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) pada 1968–1970. Ia dikenal luas sebagai sosok polisi yang menjunjung tinggi kejujuran dan integritas.
Sepanjang kariernya, Hoegeng konsisten menolak gratifikasi dan suap, bahkan menutup usaha keluarganya demi menjaga nama baik institusi. Ia juga menindak tegas praktik korupsi, perjudian, dan penyelundupan, termasuk pengungkapan kasus mobil mewah di Pelabuhan Tanjung Priok. Reputasinya membuatnya dikenang sebagai “polisi jujur” yang menjadi teladan lintas generasi.
Hoegeng Iman Santoso (14 Oktober 1921 – 14 Juli 2004) adalah Kepala Staf Angkatan Kepolisian (Kapolri) dari tahun 1968 hingga 1971. Hoegeng secara historis dikenal sebagai pejabat polisi yang paling berani dan jujur di kalangan masyarakat pada saat mayoritas pejabat pemerintah yang malah dikenal korup. Beliau terkenal karena tindakan dan upayanya yang terus menerus dalam memberantas korupsi dan permainan kekuasaan dalam kepolisian Indonesia serta mendorong peradilan pidana yang setara. Hoegeng merupakan salah satu Kepala Kepolisian Republik Indonesia dengan masa jabatan terpendek.
Saat menjadi Kapolri Hoegeng Iman Santoso melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut struktur organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya, struktur yang baru lebih terkesan lebih dinamis dan komunikatif. Pada masa jabatannya terjadi perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya. Berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri). Dengan begitu, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabes Pol).
Perubahan itu membawa sejumlah konsekuensi untuk beberapa instansi yang berada di Kapolri. Misalnya, sebutan Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol. Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol. Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif. Hal itu ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.
Hoegeng mendapat julukan polisi jujur karena sikapnya yang selalu berterus terang, apalagi ketika menghadapi penyelewengan-penyelewengan. Saat diangkat menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) oleh Presiden Soeharto. Kala itu tengah marak terjadinya kasus penyelundupan.
Kasus yang berhasil ditangani Hoegeng dan cukup terkenal pada masa itu, di antaranya kasus penyelundupan mobil mewah yang didalangi oleh Robby Tjahyadi.
Ada juga kasus pemerkosaan gadis 17 tahun asal Yogyakarta yang kala itu kasusnya disebut Sum Kuning.
Kasus Sum Kuning menjadi heboh, lantaran para pelakunya merupakan anak-anak dari “orang berpangkat”.
Segala upaya dilakukan untuk menutup kasus ini. Namun, Hoegeng tetap bergeming. Setelah menangani kedua kasus tersebut, beredar isu pencopotan Hoegeng dari jabatannya sebagai Kapolri.
Menteri Pertahanan dan Keamanan, Jenderal Maraden Pangabean, menjadi perantara memberikan surat pemberitahuan sekaligus penugasan kepada Hoegeng sebagai Duta Besar untuk Belgia. Padahal waktu itu masa jabatan Hoegeng belum usai.
Hoegeng pun menemui Presiden Soeharto. Pada pertemuan tersebut Presiden Soeharto mengatakan, “Tak ada tempat di negeri ini untukmu, Geng.”
Karena merasa tak pantas untuk jabatan diplomat, akhirnya Hoegeng memilih mundur dari dinas kepolisian. Tak sampai di situ, menjelang perkawinan Prabowo Subianto dengan Titiek Soeharto, Hoegeng ditolak menjadi saksi pernikahan.
Soemitro, ayah Prabowo yang merupakan teman dekat Hoegeng, pernah meminta Hoegeng untuk menjadi saksi di pernikahan Prabowo.
Atas dedikasi luar biasa dianugerahi Tanda Kehormatan Republik Indonesia oleh Presiden Prabowo Subianto, yang diserahkan kepada ahli waris Senin (25/08/2025), di Istana Negara, Jakarta. Kisah Jenderal Hoegeng—simbol integritas di tubuh Polri—menjadi cermin semangat pengabdian yang tak lekang oleh waktu.
Bintang Republik Indonesia merupakan tanda kehormatan tertinggi yang diberikan negara kepada individu yang berkontribusi luar biasa menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Republik Indonesia. (LAR)