Jakarta, Sumol - Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi kuota haji 2024 selama 5 jam. Yaqut menjalani pemeriksaan selama sekitar 4 jam 50 menit atau hampir lima jam. Ia tiba di gedung KPK pukul 09.30 WIB dan keluar sekitar pukul 14.20 WIB. Ia diperiksa saksi terkait kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024.Namun, ia bungkam soal detail materi pemeriksaan.
Pria berkacamata dan berkopiah hitam itu mengaku dimintai keterangan soal pembagian kuota tambahan pada pelaksanaan haji tahun 2024 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (07/08/2025).
"Ya, alhamdulillah saya berterima kasih akhirnya saya mendapatkan kesempatan, mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu," ujar Yaqut.
Yaqut enggan membeberkan materi pemeriksaan lebih lanjut, terutama saat disinggung apakah Presiden ke-7 Joko Widodo memberikan perintah kepadanya dalam pembagian kuota haji tambahan 2024 tersebut.
"Terkait dengan materi saya tidak akan menyampaikannya, mohon maaf kawan-kawan wartawan. Intinya saya berterima kasih mendapatkan kesempatan bisa menjelaskan, mengklarifikasi segala hal yang terkait dengan pembagian kuota tahun lalu," ucapnya.
Diketahui, KPK mengendus dugaan praktik jual beli kuota haji khusus yang diduga melibatkan pihak Kemenag dan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU), melalui kerja sama dengan sejumlah agen travel pada periode 2023–2024.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan, Pemerintah Arab Saudi sempat memberikan tambahan kuota sebanyak 20 ribu jemaah kepada Indonesia untuk mempercepat masa tunggu haji. Namun, distribusi kuota tambahan itu diduga tidak dilakukan sesuai aturan. Seharusnya, pembagian tetap mengikuti porsi 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
KPK juga menelusuri dugaan aliran dana dari praktik jual beli kuota haji tersebut, termasuk potensi adanya setoran dari agen travel kepada pihak penyelenggara negara. (UPL)